kisah film twilight

Di tengah caci maki orang yang sesumbar mampu menulis plot yang jauh lebih baik ketimbang dirinya, Stephanie Meyer sukses membawa New Moon ke layar lebar (dan saat ini sedang mendampingi syuting Eclipse pula). Haters, eat your heart out! :D

Saya bukan Twinlighters. Artinya, sudah bukan penggemar saga ini – baik buku maupun filmnya, saya pun tak termasuk orang yang terkena demamnya. Walau begitu, meski banyak orang mengkritik Twinlight sebagai novel vampire-related yang buruk, saya mengakui betapa ngepop-nya ide yang coba ditawarkan Meyer pada remaja sebagai pangsa pasarnya. ABG outsider yang cantik dan pintar diperebutkan oleh vampir luar biasa ganteng dan manusia serigala berbodi yahud. Kurang pop-ish apa, coba? Saking populernya, tak hanya remaja yang gandrung pada pesona trio Bella Swan-Edward Cullen-Jacob Black ini, kaum yang sudah jauh melewati usia remaja mereka pun ikut terjerat dibuatnya.

Bahkan Twinlighter sendiri menempatkan New Moon sebagai seri yang paling membosankan – mungkin porsi cerita untuk karakter si ganteng Edward terbilang minim di sini.

Ulang tahun ke-18 Bella Swan (Kristen Stewart) ditanggapinya dengan dingin karena akhirnya tiba juga usia dimana ia tumbuh menjadi lebih tua dibanding pacar vampirnya yang immortal, Edward Cullen (Robert Pattinson). Sebuah pesta ulang tahun yang dipersembahkan keluarga Cullen untuknya berakhir bencana. Akibat tak hati-hati membuka hadiah, jari Bella terluka dan menyebabkan Jasper, saudara Edward, lupa diri.

Merasa keberadaannya dan keluarganya dapat membahayakan Bella, Edward memutuskan menjauh dari kehidupan si gadis. Menurut Edward, cintanya tak cukup besar untuk mau hidup selamanya dengan Bella. Bohong? Sudah pasti. Tapi apapun akan Edward lakukan asalkan gadis pujaannya yang kepala batu itu membiarkannya pergi tanpa banyak cingcong.

Aww.

Kepergian Edward membuat Bella patah hati dan depresi selama berbulan-bulan. Charlie, ayahnya, sampai menyarankannya balik ke ibunya, tapi Bella menolak. Untuk menenangkan hati Charlie, Bella pergi nonton dengan temannya, Jessica. Pulang dari bioskop, ia melihat segerombolan pria yang ketika di Twilight, pernah dihajar Edward ketika hendak mengganggunya. Demi merasakan kehadiran Edward, Bella nekad mendekati mereka.

Berhasil, Bella memutuskan mencari-cari kegiatan yang menantang bahaya lainnya untuk mendapatkan perhatian Edward. Salah satunya dengan meminta Jacob Black (Taylor Lautner), sahabatnya yang diam-diam naksir dirinya, untuk merakit motor untuk dinaikinya. Pelan-pelan, kehadiran Jacob bisa menghapus kesedihan Bella. Sampai ketika Jacob pun menghilang tanpa bisa dihubungi selama berhari-hari.

Pembaca buku pasti sudah tahu apa yang terjadi kemudian. Bagi non-pembaca buku, inilah yang menjadi kejutan yang cukup layak tunggu.

Sebagai sebuah produk film, saya tidak terlalu menyukai Twilight. Tapi saya mengakui kalau chemistry Kristen Stewart dan Robert Pattinson lah yang membuat saya mau saja menonton sekuelnya. Meski penggemar berat komedi romantis, film ini tidak cocok dengan selera saya. Namun, sekali lagi saya harus sadar kalau saya memang bukan termasuk pangsa pasar saga ini.

Sebagai tontonan remaja, saya lebih menyukai gaya Catherine Hardwicke dalam Twilight ketimbang Chris Weitz (About A Boy, The Golden Compass) dalam New Moon. Entah apa yang menyebabkan Hardwicke tidak kembali mengarahkan seri kedua ini, tapi kepiawaian Weitz dalam menangani aspek psikologis karakter film-filmnya tak menonjol di sini. Kesakitan Edward ketika memutuskan untuk meninggalkan Bella; juga depresi Bella sepeninggal Edward, ditampilkan dengan kurang meyakinkan. Adegan ketika Bella akhirnya memutuskan naik ke motor si pria asing hanya untuk mendapatkan perhatian Edward, terbilang mengganggu dan tak perlu. Yang paling mengecewakan, chemistry Kristen Stewart dan Robert Pattinson kok ndilalah jadi melempem – dan ini bukan disebabkan porsi adegan-bareng mereka yang minim.

Dari segi special effect, Weitz dan krunya memang mendapat tantangan yang jauh lebih besar ketimbang Hardwicke. Tapi, tetap, ketimbang melihat hasil komputerisasi para werewolf yang kok kelihatannya tidak proporsional ya, saya lebih menyukai sentuhan Hardwicke dalam adegan vampire-baseball di Twilight.

Seperti di buku, karakter Kristen Stewart yang socially awkward berkembang menjadi menye-menye dan menyebalkan di sini. Robert Pattinson terlihat bermain lebih nyaman, dan senyum tipisnya masih sanggup membuat penonton wanita menjerit-jerit gemas. :D

Tapi yang paling mencuri perhatian adalah Taylor Lautner sebagai Jacob Black, yang konon sampai rela mengikuti program pembentukan tubuh yang ketat demi peran ini. Seperti halnya peran Jacob Black bagi Edward Cullen, Taylor Lautner adalah sparing partner yang sepadan bagi ketampanan dan karisma Robert Pattinson. Sosok fisiknya yang serba kebalikan dari Pattinson, menjadi daya jual tersendiri. Saking menonjolnya sosok Lautner, Dakota Fanning yang umumnya mencuri perhatian, jadi biasa-biasa saja.

Setelah Hardwicke dan Weitz, kabarnya Eclipse akan disutradarai David Slade, sutradara yang mengarahkan Ellen Page sebagai pembunuh remaja yang sangat meyakinkan di Hard Candy (saya suka film ini). Jadwal tentatif rilisnya pun sudah keluar, yaitu 30 Juni 2010. So, Twilighters, until then. (putri)

0 Response to "kisah film twilight"

Posting Komentar

Counter

Powered by website analytics technology.

Comment


ShoutMix chat widget